Biglip and Similikiti

15 Jan 1987

Pulang sekolah pas jam 12 siang emang saat yang bikin bete. Bukan aja karena panasss-nya matahari pas lagi menyengat, tapi juga karena malesss banget harus melalui gerombolan 50 x 11 x 2 orang yang semua keluar kelas pada saat yang sama. Berebut keluar pagar sekolah, entah untuk pulang atau untuk jajan. Yang duduk dan berdiri di mana aja seenak perutnya, tanpa memikirkan apa bakal menghalangi orang yang mau lewat apa engga. Yang udah diteriakin ‘permisi, permisi…” pura-pura budek semua.

Ngomong-ngomong soal 50 x 11 x 2, itu adalah jumlah seluruh murid di sekolah negeri ini. Setiap kelas rata-rata berisi 50 anak, di setiap tingkat kelas ada 11 kelas, dari a sampe je, dan yang sekali keluar ini kelas 2 dan kelas 3. Kelas 1 ga termasuk, karena mereka masuk siang. Nah loh! Btw, setengah dari murid kelas satu sebenarnya sekarang sudah ada di sekolah, karena 45 menit lagi giliran mereka untuk masuk. Berarti jumlah manusia yang berjubel sebenarnya lebih banyak dari perkiraan. Busett. Pantesan, bau ketek, bau badan, bau-bauan tidak sedap yang lain udah campur aduk begini.

Gue, Dira dan Ryan –seperti biasa— langsung pulang ke rumah. Setelah selip kiri selip kanan, akhirnya kami sampai di luar pagar sekolah. Di luar pagar, ada kerumunan yang lain, tukang bakso, tukang siomay, teh botol, rujak, kue cubit, berkumpul di sini. Dira menyelip sekali lagi untuk mencapai tukang gorengan yang menjual combro gepeng. Gue juga tidak mau kalah, menyelip diantara dua orang anak kelas tiga yang bawaan-nya seperti mau pindah rumah, tas sekolah, tas kresek, kuali, kompor…loh, kok bawa kompor, mungkin mereka peserta kelas tata boga. Mata gue tiba-tiba terbentur pada sebuah sosok yang …gimanaaa ya….tidak tinggi, tidak pendek, tidak cantik, tidak jelek, tidak putih, tidak hitam, yah, sedang-sedang saja –seperti lirik lagu dangdut. Yang istimewa dari mahluk hidup yang ini, selain ukuran bibirnya, adalah sifat suka ‘ngegencet’ –ini bahasa yang beredar—untuk menjelaskan kelakuannya menteror anak kelas satu yang terlalu cantik, atau paling menarik perhatian cowo-cowo, paling engga di dalam opininya yang subjektif. Tipe ga sportif beginilah yang cacat di mata gue.

Dan dengan ‘kecacatan’ gw yang juga agak parah tingkatnya, gw betereak sama Dira yang sibuk memilih combro, ‘Ra, loe tau kan ada mahluk yang bibirnya kejepit pintu kemarennn!!!’ Dira berhenti dari kegiatannya, dan melotot ke arah gw, seolah-olah gw membuyarkan konsentrasinya. Dira, tuh combro bentuknya sama semua, lagian apa pun bentuknya rasanya sama aja kok! Dan bukan hanya mata Dira yang melotot, ada tiga orang lainnya juga melotot. Gue menyipit. Bukan nantangin, melainkan silau. Ryan ngakak seperti sedang nonton lawak srimulat. Lucu kali!

Leave a comment

Blog at WordPress.com.

Up ↑